Headlines News :
Home » » SPI Berharap Timsus Cegah Konflik Horizontal

SPI Berharap Timsus Cegah Konflik Horizontal

Written By Unknown on 1/28/2012 | 15.55

PRINGSEWU - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Lampung berharap tim khusus (Timsus) penyelesaian konflik Register 22 bentukan Pemkab Pringsewu semaksimal mungkin dapat mencegah konflik horizontal antar masyarakat setempat.

Harapan ini terungkapn dalam diskusi tentang Register 22 dalam konflik agraria yang digelar DWP SPI Lampung di kantornya Pekon Wates, Kecamatan Gadingrejo, kemarin (27/1). Sekretaris DPW SPI Lampung, Muhlasin mengatakan, diskusi ini  dilatarbelakangi semakin menghangatnya konflik register 22 di Kabupaten Pringsewu.

“Masalah register 22 semakin kompleks. Untuk itu dibutuhkan penyelesaian yang baik dari pemkab untuk menghindari konflik lebih lanjut. Adanya rencana pemkab membentuk timsus, kami harap ini dapat meminimalisir permsalahan tersebut,” ungkapnya.

Dia menambahkan, penyelesaian atas konflik ini diharapkan juga tidak merugikan petani kecil yang menghendaki akses tanah di lokasi tersebut. Pemkab, kata dia, juga harus melakukan pemetaan atau pengklasifikasian orang-orang yang terlibat dalam konflik.

Menurut dia, ada dua kelompok yang harus menjadi perhatian pemkab. Yakni, kelompok petani kecil yang memang menggantungkan hidupnya pada register 22 dan kelompok masyarakat yang mencari tambahan lahan untuk investasi. Kelompok kedua inilah, yang menurutnya harus dapat tindaklanjuti.

“Harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Lalu melihat apakah benar masyarakat tersebut sangat membutuhkan masyarakat lokasi ini. Jika memang pemda berniat baik mengatasi permasalahan ini, pemda diharapkan bisa menyiapkan lahan pengganti. Atau memberikan hak akases atau hak kelola kepada petani yang membutuhakn untuk mengelola lahan tersebut, sehingga mereka mengolah lahan dengan legal,” urainya.

Dia menambahkan, konflik tapal batas juga harus segera diselesaikan. Ini mengingat Pekon Margosari lebih dahulu berdiri dan devinitf pada tahun 1960, dibanding dengan penetapan tata guna hutan dengan kesepakatan sekitar tahun 1980.

“Namun masalahnya pekon ini masuk dalam wilayah register 22, yang akhirnya menimbulkan tumpang tindih status lahan. Dan sampai saat ini tumpang tindih lahan belum ada penyelesaian. Sebenarnya kita mau melaksanakan prinsip agraria Nomor 05 tahun 1960, masalah-masalah register 22 ini bisa diselesaikan. Karena ini sebagai pilar utama dalam pelaksanaan agraria,” pungkasnya.

Hadir pula dalam diskusi tersebut, anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Kantor Bantuan Hukum (KBH) Lampung serta paralega di Kabupaten Pringsewu. (sti)

Sumber : radartanggamus.co.id
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Sedulur-sedulur jangan lupa komentarnya ya!

 
Support : Creating Website | AFAS | Ali Topan
Copyright © 2012. kabarpringsewu - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger